Tuesday, July 3, 2007

SP Maria Bunda Gereja


SP Maria Bunda Gereja
oleh: Romo Matthew R. Mauriello

Setelah perayaan penuh sukacita selama limapuluh hari, setiap tahun Masa Paskah diakhiri dengan Hari Raya Pentakosta. Hari raya ini biasa disebut sebagai “hari ulang tahun” Gereja, hari di mana “penuhlah mereka dengan Roh Kudus.” (Kis 2:4). Pentakosta dirayakan sepuluh hari setelah Hari Raya Kenaikan Tuhan kita Yesus Kristus. Kisah Para Rasul mengisahkan bahwa pada masa itu “Mereka semua bertekun dengan sehati dalam doa bersama-sama, dengan beberapa perempuan serta Maria, ibu Yesus.” (Kis 1:14). Gereja biasa menggambarkan Santa
Perawan Maria bersama para rasul dan para murid yang berkumpul bersama pada hari Pentakosta yang pertama. Bunda Maria adalah teladan bertekun dalam doa yang dipersatukan dalam kesatuan akal budi dan hati dengan para anggota pertama Gereja.
Bunda Maria ada sejak awal mula Gereja. Ia ada pada saat Kabar Sukacita ketika dalam kesediaannya yang bersahaja, dengan hati yang tulus murni, mengijinkan Putra Allah mengambil daging dalam rahimnya yang perawan.
Bunda Maria juga ada di bawah kaki salib sementara Putranya, Juruselamat kita, menebus dunia sebagai bagian dari rencana keselamatan Allah. Di sana ia ditunjuk untuk menjadi ibu dari mereka semua yang dihantar kepada hidup melalui wafat Putra tunggalnya (Yoh 19:26-27).
Sekarang, pada hari raya Pentakosta, ketika misi apostolik Gereja dimulai, Bunda Maria ada juga di sana. Ia adalah gambaran sempurna dari Gereja yang berdoa. “Ia disebut sebagai Bunda Gereja dan guru dan Ratu Para Rasul” tulis Paus Leo XIII (wafat thn 1903) dalam ensikliknya yang diterbitkan bulan September 1895, Adjutricem Populi, Penolong Umat Manusia. Paus Yohanes XXIII (wafat thn 1963) pada tanggal 6 Desember 1960 di Basilika St. Maria Mayor berbicara tentang Bunda Maria sebagai “Bunda Gereja dan Bunda Kita yang paling terkasih” (AAS 53, 1961, p.35).
Gelar Bunda Gereja (Mater Ecclesiae) pertama kali digunakan oleh Berengaud, Uskup Treves (wafat thn 1125) dalam tulisan-tulisannya. Di kemudian hari, penulis-penulis seperti St. Antoninus, Uskup Agung Florence (wafat thn 1458) dan St. Laurensius Giustiniani (wafat thn 1455) juga mengundang Gereja untuk menghormati Maria sebagai Bundanya.
Pada tanggal 21 November 1964, saat merayakan Misa Kudus pada penutupan sesi ketiga Konsili Vatikan II, Paus Paulus VI (wafat thn 1978) menyatakan, “Demi kemuliaan Santa Perawan dan demi penghiburan kita sendiri, kita memaklumkan bahwa Santa Perawan Maria Bunda Gereja, yaitu, ibu seluruh umat kristiani, baik umat beriman maupun para gembalanya dan kita menyebutnya Bunda yang paling terkasih.” Bapa Suci mengungkapkan harapannya agar gelar Bunda Maria, Bunda Gereja akan “menghantar umat Kristiani untuk lebih menghormati Bunda Maria dan menyerukan namanya dengan keyakinan yang lebih besar.”
Beliau memaklumkan bahwa “mulai dari sejak sekarang seluruh umat Kristiani selayaknya memberikan penghormatan yang lebih besar kepada Bunda Allah di bawah gelarnya yang mengagumkan ini.” (AAS 56, 1965, p. 1015).

Paus Yohanes Paulus II seringkali mempergunakan gelar ini sejak awal masa kepausannya tahun 1978, memandang kepada Bunda Maria yang ada di Ruangan Atas berdoa bersama Para Rasul pada hari Pentakosta. “Pada hari lahirnya Gereja, kepada siapa kita berhutang kelahiran Kristus, yang ambil bagian dengan cara yang istimewa.” (Oss. Rom. 19 Juni 1979).

Yesus telah memberikan Bunda Maria sebagai Bunda Kita. Ia adalah Bunda Yesus, yang adalah Kepala dari Tubuh MistikNya. Kita, para anggota Tubuh-Nya, memandang kepada Santa Perawan Maria yang memelihara Gereja yang berziarah dengan kasih seorang ibu dan mengikuti perkembangan perjalanan pulangnya menuju kemuliaan kekal surgawi.

No comments: