Monday, July 16, 2007

Santa Perawan Maria dari Guadalupe


Santa Perawan Maria dari Guadalupe

oleh: Romo William P. Saunders *


Bagaimana dengan gambar Santa Perawan Maria dari Guadalupe? Adakah bukti ilmiah mengenainya?

~ seorang pembaca di Arlington

Sebelum membahas gambar Santa Perawan Maria dari Guadalupe, baiklah pertama-tama kita mengingat kembali kisahnya yang indah.

Kisah dimulai pada dini hari tanggal 9 Desember 1531, ketika Juan Diego, seorang petani Indian berusia 57 tahun, sedang berjalan menyusuri jalan setapak Bukit Tepeyac di pinggiran Mexico City. Patut diingat bahwa baru sepuluh tahun sebelumnya, Hernan Cortez menaklukkan Mexico City. Pada tahun 1523, para misionaris Fransiskan datang mewartakan Injil kepada masyarakat Indian. Para misionaris ini berhasil gemilang hingga Keuskupan Mexico City didirikan pada tahun 1528. (Patut diingat juga bahwa Jamestown, koloni Inggris permanen yang pertama, baru didirikan pada tahun 1607.) Juan Diego dan banyak dari kalangan sanak saudaranya termasuk di antara orang-orang pertama yang dipertobatkan dalam iman. Ia dibaptis dengan nama “Juan Diego” pada tahun 1525 bersama isterinya, Maria Lucia, dan pamannya Juan Bernardino.

Kita juga jangan lupa bahwa Juan Diego tumbuh dewasa di bawah penindasan Aztec. Praktek keagamaan Aztec, termasuk kurban manusia, memainkan peranan yang penting dan menarik dalam kisah ini. Setiap kota utama Aztec mempunyai sebuah kuil piramid, sekitar 100 kaki tingginya, di mana di atasnya didirikan sebuah altar. Di atas altar ini, para imam Aztec mempersembahkan kurban manusia kepada dewa Huitzilopochtli, yang disebut “Penggemar Jantung dan Penegak Darah,” dengan memotong dan merenggut keluar jantung yang berdenyut dari para kurbannya, pada umumnya laki-laki dewasa, tetapi seringkali pula kanak-kanak. Para imam mengunjukkan tinggi-tinggi jantung yang berdenyut itu agar dapat dilihat semua orang, meminum darahnya, menendang tubuh yang tak bernyawa itu hingga terlempar ke bawah tangga piramid, dan kemudian memotong kedua tangan dan kaki kurban, lalu memakan dagingnya. Mengingat Aztec menguasai 371 kota dan hukum menuntut 1.000 kurban manusia bagi setiap kota dengan sebuah kuil piramid, maka lebih dari 50.000 manusia dikurbankan setiap tahunnya. Di samping itu, ahli sejarah Mexico kuno, Ixtlilxochitl, memperkirakan bahwa satu dari setiap lima kanak-kanak menjadi kurban dari praktek keagamaan yang haus darah ini.

Pada tahun 1487, ketika Juan Diego baru berusia tigabelas tahun, ia harus menjadi saksi atas suatu peristiwa yang paling mengerikan: Tlacaellel, seorang pemimpin Aztec yang berusia 89 tahun, meresmikan kuil piramid matahari yang baru, yang dipersembahkan kepada dua dewa utama dari dewa-dewa Aztec - Huitzilopochtli dan Tezcatlipoca, (dewa neraka dan kegelapan) - di pusat Tenochtitlan (kelak Mexico City). Kuil piramid ini 100 kaki tingginya dengan 114 anak tangga untuk mencapai puncaknya. Lebih dari 80.000 laki-laki dikurbankan sepanjang suatu periode empat hari empat malam lamanya. Orang hanya dapat membayangkan curahan darah dan tumpukan mayat dari kurban yang demikian. (Sementara jumlah kurban tampak mencengangkan, bukti menyatakan bahwa dibutuhkan hanya 15 detik saja untuk memotong jantung keluar dari setiap kurban.)

Pada tahun 1520, Hernan Cortes melarang kurban manusia. Ia menyingkirkan kedua berhala dari kuil piramid, membersihkan bebatuannya dari darah dan mendirikan sebuah altar yang baru. Cortes, pasukannya dan P Olmedo kemudian mendaki anak-anak tangga dengan Salib Suci dan lukisan Santa Perawan Maria dan St Kristoforus. Di atas altar baru ini, P Olmedo mempersembahkan kurban Misa Kudus. Di atas apa yang dulunya merupakan tempat kurban kafir yang keji, sekarang dipersembahkan kurban tak berdarah, yang sejati dan abadi dari Tuhan kita. Tetapi, tindakan ini memicu suatu perang habis-habisan dengan kaum Aztec, yang pada akhirnya berhasil dimenangkan oleh Cortes pada bulan Agustus 1521.

Sekarang kembali ke kisah kita. Pagi hari itu, 9 Desember 1531, Juan Diego sedang dalam perjalanan ke Misa; pada waktu itu 9 Desember adalah Hari Raya Santa Perawan Maria Dikandung Tanpa Dosa di seluruh Kerajaan Spanyol. Sementara ia menyusuri jalanan di Bukit Tepeyac, ia mulai mendengar suatu alunan musik nan merdu, dan ia melihat seorang perempuan cantik rupawan, yang memanggil namanya, “Juanito, Juan Dieguito.” Ia datang mendekat, dan perempuan itu mengatakan,

“Ketahuilah dengan pasti, engkau yang terkecil dari antara putera-puteraku, bahwa aku adalah Santa Maria yang sempurna dan perawan selamanya, Bunda Yesus, Allah yang benar, melalui Siapa segala sesuatu hidup, Tuhan dari segala yang dekat dan yang jauh, Tuhan atas surga dan bumi. Adalah kerinduanku yang sungguh agar sebuah bait didirikan di sini demi menghormatiku. Di sinilah aku akan menunjukkan, aku akan menyatakan, aku akan memberikan segenap cintaku, segenap belas kasihku, pertolonganku dan perlindunganku kepada manusia. Aku adalah Bundamu yang berbelas kasihan, Bunda yang berbelas kasihan dari kalian semua yang tinggal bersatu di negeri ini, dan dari segenap umat manusia, dari segenap mereka yang mengasihiku, dari mereka yang berseru kepadaku, dari mereka yang mencariku, dan dari mereka yang menaruh kepercayaannya kepadaku. Di sinilah aku akan mendengar tangis mereka, keluh-kesah mereka, dan akan menolong serta meringankan segala macam penderitaan, kebutuhan dan kemalangan mereka.”

Ia mengatakan kepada Juan Diego untuk menyampaikan kepada Uskup Zumarraga perihal keinginannya agar sebuah gereja didirikan di tempat itu. Menurut tradisi, Juan Diego mempertanyakan nama Bunda Maria. Ia menjawab dalam bahasa ibu Juan Diego, bahasa Nahuatl, “Tlecuatlecupe,” yang artinya “ia yang meremukkan kepala ular” (referensi yang jelas menunjuk pada Kitab Kejadian 3:15 dan mungkin pada simbol utama kepercayaan Aztec). “Tlecuatlecupe” apabila diucapkan dengan lafal yang benar, bunyinya sungguh mirip dengan “Guadalupe.” Sebab itu, ketika Juan Diego menyampaikan kepada Uskup Zumarraga mengenai nama perempuan itu dalam bahasa ibunya, kemungkinan ia keliru dengan “Guadalupe” nama Spanyol yang familiar, sebuah kota yang terkenal dengan tempat ziarah Bunda Maria.

Uskup Zumarraga adalah seorang yang saleh, tulus hati dan penuh belas kasihan. Ia mendirikan rumah sakit yang pertama, perpustakaan dan universitas di Amerika. Ia juga adalah Pelindung Orang-orang Indian, yang diserahi kepercayaan oleh Kaisar Charles V untuk menjalankan dekritnya yang dikeluarkan pada bulan Agustus 1530, yang memaklumkan, “Tak seorang pun diperbolehkan menjadikan seorang Indian sebagai budak belian baik dalam keadaan perang maupun dalam keadaan damai. Entah dengan barter, dengan membeli, dengan perdagangan, atau sebab maupun alasan lain apapun.” (Patut dicatat bahwa pada tahun 1537, Paus Paulus III mengutuk serta melarang perbudakan suku Indian Amerika.) Namun demikian, Uskup Zumarraga mendengarkan Juan Diego dengan sabar dan mengatakan bahwa ia akan memikirkan hal itu, dapat dimaklumi bahwa ia meragukan kisah yang demikian.

Juan Diego kembali ke Tepeyac dan melaporkan tanggapan uskup. Maria menyuruhnya untuk mencoba lagi. Maka, hari berikutnya, Juan Diego kembali ke kediaman uskup. Walau kali ini lebih sulit menemui Bapa Uskup, Juan Diego berhasil juga dalam niatnya, dan uskup sekali lagi mendengarkannya dengan sabar. Uskup meminta Juan Diego untuk membawa suatu tanda dari Bunda Maria guna membuktikan kebenaran kisahnya. Lagi, Juan Diego melaporkan hal ini kepada Bunda Maria, yang menyuruhnya untuk kembali lagi keesokan harinya guna menerima suatu “tanda” bagi uskup.

Keesokan harinya, tanggal 11 Desember, Juan Diego menghabiskan waktu dengan merawat pamannya, Juan Bernardino, yang sakit parah. Pamannya meminta Juan Diego untuk pergi memanggil seorang imam yang akan mendengarkan pengakuan dosanya dan melayani Sakramen Terakhir baginya. Pada tanggal 12 Desember, Juan Diego berangkat lagi, tetapi ia menghindari Bukit Tepeyac, sebab ia amat malu bahwa ia tidak kembali hari sebelumnya seperti yang diminta Bunda Maria. Sementara ia mengambil jalan memutar, Bunda Maria menghentikannya dan mengatakan, “Dengarkanlah dan camkanlah dalam hatimu, putera kecilku yang terkasih: janganlah biarkan suatupun mengecilkan hatimu, suatupun menyedihkanmu. Janganlah biarkan suatupun mengubah hatimu ataupun wajahmu. Juga, janganlah engkau khawatir akan penyakit atau muram, gelisah atau susah. Bukankah aku ada di sini; aku yang adalah Bundamu? Tidakkah engkau ada dalam naungan dan perlindunganku? Bukankah aku sumber hidupmu? Tidakkah engkau ada dalam naungan mantolku, dalam dekapan pelukanku? Adakah sesuatu lainnya yang engkau butuhkan?” Bunda Maria meyakinkan Juan Diego bahwa pamannya tidak akan meninggal dunia; sesungguhnya, kesehatannya telah dipulihkan kembali.

Sebagai tanda bagi uskup, Maria meminta Juan Diego untuk pergi ke puncak bukit dan memetik bunga-bunga. Maka, pergilah ia ke puncak bukit yang kering dan gersang itu - tempat di mana hanya kaktus tumbuh - dan mendapati bunga-bunga mawar seperti yang tumbuh di Castille, tetapi tak didapati di Mexico. Ia mengumpulkan bunga-bunga mawar dalam tilmanya, yaitu suatu mantol seperti poncho, dan membawanya kepada Maria yang menatanya dan memintanya untuk menyampaikannya kepada uskup.

Juan Diego kemudian berangkat kembali menuju kediaman Uskup Zumarraga. Setelah menanti beberapa saat untuk menghadap, ia mengulangi pesan kepada uskup dan membuka tilmanya untuk menyampaikan bunga-bunga mawar. Uskup melihat tidak hanya bunga-bunga cantik, melainkan juga gambar indah Santa Perawan Maria dari Guadalupe. Uskup Zumarraga mencucurkan airmata melihat Bunda Maria dan memohon pengampunan karena kurang percaya. Ia mengambil tilma dan menempatkannya di altar dalam kapelnya. Pada Hari Raya Natal pada tahun itu, sebuah bangunan dari bata didirikan di puncak Bukit Tepeyac demi menghormati Bunda Maria, Santa Perawan dari Guadalupe, dan diresmikan pada tanggal 26 Desember 1531, pada Pesta St Stefanus, Martir Pertama.

Sejak tahun 1929, Gereja mengijinkan berbagai penelitian ilmiah dilakukan atas tilma. Penelitian-penelitian paling awal mendapati adanya pantulan gambar pada kedua pupil mata Bunda Maria, yaitu sosok Juan Diego dan dua orang lainnya (kemungkinan yang seorang adalah sosok Juan Gonzalez, penerjemah bagi Uskup Zumarraga). Gambar tersebut agak sedikit mengalami distorsi, karena lengkungan alamiah dari kornea dan lensa mata. Penemuan ini telah berulang kali diperkuat kebenarannya. Yang menarik, Dr. Charles Wahlig, seorang ahli ilmu fisika nuklir, mengemukakan bahwa Bunda Maria pastilah hadir secara tidak kelihatan ketika Juan Diego menyampaikan bunga-bunga mawar kepada Uskup Zumarraga dan bahwa tilma berfungsi sebagai suatu piringan fotografis yang menangkap gambar Santa Perawan beserta pantulan gambar ketiga orang itu pada kedua matanya.

Penelitian-penelitian menggunakan infra merah juga menyingkapkan fenomena lain yang tak dapat dijelaskan: Gambar di tilma tidak dilukis, dan warnanya tidak menembus serat-serat tilma seperti halnya cat. Tilma yang ditenun dari serat-serat yang tidak biasa seperti itu, juga menghasilkan suatu permukaan yang kasar sehingga lukisan sesederhana apapun pastilah akan mengalami distorsi, padahal gambar yang ada di sana sungguh jelas dan tak ada distorsi.

Di samping itu, semestinya tilma pastilah sudah lama rusak. Tilma tidak dilapisi lapisan pelindung. Semua yang berasal dari serat kaktus pastilah akan rusak dalam jangka waktu 100 tahun, teristimewa apabila tidak terlindung dari polusi, nyala lilin, dan serupa itu. Walau demikian, tilma tetap seperti semula.

Dr. Philip C. Callahan, seorang ahli biologi, berkesimpulan, “Gambar asli termasuk jubah merah muda, mantol biru, tangan dan wajah … sungguh tak dapat dijelaskan. Sepanjang penelitian infra merah ini, tak mungkin dijelaskan baik jenis pigmen warna yang dipergunakan maupun keawetan dari ketajaman warna dan kecemerlangan pigmen selama berabad-abad. Lagipula, apabila mempertimbangkan fakta bahwa tak didapati lapisan pelindung apapun, dan bahwa tenunan serat itu sendiri dipergunakan untuk memberikan kedalaman gambar, tak ada penjelasan mengenai gambar itu yang mungkin diberikan berdasarkan teknik-teknik infra merah. Sungguh luar biasa bahwa selama lebih dari empat abad, tak didapati pudar atau retak dalam gambar asli sedikitpun dari tilma, yang tanpa lapisan pelindung, yang semestinya telah rusak berabad-abad yang lalu” (Mary of the Americas 92).

Gambar Santa Perawan Maria dari Guadalupe juga kaya akan simbolisme. Gambar Bunda Maria dikelilingi oleh sinar cemerlang, berdiri di atas bulan, dan dengan bintang-bintang di mantolnya mencerminkan gambaran yang didapati dalam Kitab Wahyu, “Tampaklah suatu tanda besar di langit: Seorang perempuan berselubungkan matahari, dengan bulan di bawah kakinya dan sebuah mahkota dari dua belas bintang di atas kepalanya” (12:1).

Ini merupakan juga simbol dari kemenangan ilahi atas agama kafir. Sinar matahari adalah simbol dari dewa Aztec Huitzilopochtle. Sebab itu, Bunda Maria berdiri di depan sinar matahari menunjukkan bahwa ia memaklumkan Allah yang benar, yang lebih besar dari Huitzilopochtle dan yang mengungguli kuasanya.

Bunda Maria juga berdiri di atas bulan. Bulan melambangkan malam dan kegelapan, dan ini berhubungan dengan dewa Tezcatlipoca. Lagi, Bunda Maria berdiri di atas bulan memaklumkan kemenangan ilahi atas kejahatan.

Di samping itu, dalam ikonografi Kristiani, bulan sabit di bawah kaki Bunda Maria juga melambangkan keperawanan yang tetap selamanya dan ini berhubungan dengan Santa Perawan Maria Dikandung Tanpa Dosa dan Santa Perawan Maria Diangkat ke Surga.

Bintang-bintang di mantolnya menyatakan bahwa ia datang dari surga, sebagai Ratu dan Bunda yang mengasihi. Yang menarik, penelitian yang dilakukan oleh P Mario Sanches dan Dr. Juan Hernandez Illescas dari Mexico membuktikan bahwa bintang-bintang di mantol tampak persis sama seperti keadaannya di langit sebelum fajar pada dini hari tanggal 12 Desember 1531.

Wajah Bunda Maria, dengan warna kulitnya, rambut dan mata berwarna gelap, mencerminkan sosok seorang Indian. Kedua matanya juga memandang ke bawah, mengungkapkan kerendahan hati dan belas kasihan. Pula, dalam ikonografi Indian, seorang dewa memandang lurus ke depan dengan mata terbuka lebar; jadi, gambar di sini menunjukkan bahwa Maria tidak mengklaim diri sebagai Tuhan, melainkan hanya sebagai utusan-Nya dan sebagai Bunda yang mengasihi.

Bunda Maria didukung oleh seorang malaikat, lambang kerajaan di kalangan bangsa Indian. Sebagian orang menafsirkan gambar ini sebagai suatu tanda bahwa Bunda Maria memaklumkan suatu era baru yang akan datang.

Busana Bunda Maria juga memiliki makna istimewa. Warna merah muda dari gaun Bunda Maria memiliki dua penafsiran, sebagai lambang fajar dari suatu era yang baru, atau sebagai tanda kemartiran iman. Bros emas di bawah lehernya melambangkan kekudusan. Dan yang terakhir, pita sekeliling pinggangnya adalah lambang keperawanan. Namun demikian, pita yang bersimpul ini memiliki beberapa makna lainnya dalam budaya Indian Asli: pita bersimpul ini adalah nahui ollin, bunga dari matahari, yang adalah simbol kelimpahan, kesuburan dan kehidupan baru. Letak pita yang tinggi dan perut Bunda Maria yang tampak membuncit membuat sebagian orang berkesimpulan bahwa ia sedang mengandung.

Tentu saja, tilma telah menjadi sumber devosi, teristimewa bagi masyarakat Mexico. Kejahatan berusaha menguasai, namun gagal. Sebagai misal, pada tahun 1921, dalam masa pemerintahan Jenderal Calles yang fanatik, yang melarang ke-Katolik-an, sebuah bom ditanam dalam basilika dengan tujuan menghancurkan tilma. Bom diperlemah hingga menghancurkan altar pualam di bawah tilma, memporak-porandakan jendela-jendela dan membengkokkan salib altar yang terbuat dari perunggu tebal. Meski begitu, tilma dan bahkan kaca pelindungnya sama sekali tak tersentuh. Sama seperti penampakan Maria menyatakan kemenangan agama sejati atas kekafiran yang haus darah dari kaum Aztec, bahkan dalam perkara ini, Bunda Maria menaklukkan kuasa kejahatan.

Sekarang, ribuan peziarah pergi ke Guadalupe demi menghormati gambar suci. Umat Katolik Hispanic mempunyai devosi yang istimewa kepada Santa Perawan Maria dari Guadalupe, dan Bunda Maria memang sungguh layak menerima penghormatan dari semua orang yang tinggal di Amerika maupun di seluruh dunia! Untuk informasi lebih lanjut, buku-buku berikut ini sungguh menarik untuk dibaca: Our Lady of Guadalupe and the Conquest of Darkness oleh Dr. Warren Carroll, dan Mary of the Americas oleh Father Christopher Rengers.

* Fr. Saunders is pastor of Our Lady of Hope Parish in Potomac Falls and a professor of catechetics and theology at Notre Dame Graduate School in Alexandria.

sumber : “Straight Answers: Our Lady of Guadalupe” by Fr. William P. Saunders; Arlington Catholic Herald, Inc; Copyright ©2004 Arlington Catholic Herald. All rights reserved; www.catholicherald.com

Diperkenankan mengutip / menyebarluaskan artikel di atas dengan mencantumkan: “diterjemahkan oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya atas ijin The Arlington Catholic Herald